Selepas 1965, nama Soekarno perlahan pudar dari media yang mulanya mengagungkannya. Perannya beralih, dari pemimpin besar revolusi, menjadi pengkhianat revolusi.
Pada 23 Juli 1969, di tengah euphoria pendaratan manusia di bulan, sebuah kolom kecil muncul di halaman utama harian Kompas berjudul, “Muntjulnya Gambar Soekarno di TV Diusut” (23 Juli 1969). Menteri Penerangan Boediardjo mengatakan kemunculan Presiden Soekarno di televisi adalah sebuah “ketjerobohan jang tidak dapat dimaafkan.” Kolom itu menandai bahwa media tak lagi menjadi hagiografi bagi Soekarno. Bapak Negara atau Pemimpin Besar Revolusi itu disingkirkan dari halaman utama surat kabar di seantero negeri.
Mundur ke empat tahun sebelumnya. Dini hari di 1 Oktober 1965, sekelompok orang dibawah pimpinan Letkol Untung Sutopo (yang saat itu merupakan Pasukan Tjakrabirawa atau pasukan pengawal Presiden) membunuh dan/atau menangkap enam Jenderal beserta anak dan ajudan dari Jenderal Nasution. Sekitar jam tujuh pagi, setelah menguasai stasiun radio RRI di Jakarta, Letkol Untung menyampaikan bahwa peristiwa pembunuhan Jenderal tersebut adalah sebuah bentuk penyelamatan terhadap Presiden.
Untung beralasan bahwa para jenderal tersebut disponsori oleh CIA untuk melakukan kontra-revolusi dengan membunuh Presiden Soekarno pada peringatan 20 tahun hari raya ABRI pada 5 Oktober 1965. Hal ini yang menjadi justifikasi akan pembunuhan dan penangkapan mereka. Media saat itu juga disebut dalam kendali Gerakan 30 September, sedangkan Presiden Soekarno sedang berada dalam proteksi mereka.
Sedikitnya penyebutan nama Presiden Soekarno dalam deklarasi Untung merupakan hal yang ganjil. Laporan CIA bertajuk Indonesia 1965: The Coup That Backfired (1968) menuliskan bahwa deklarasi ini menjadi ganjil, karena tidak adanya pujian untuk Soekarno seperti yang dilakukan oleh siaran lainnya. Padahal, koran-koran besar nasional saat itu umumnya menyediakan kolom khusus di halaman 1 atau 2 untuk pikiran-pikiran Soekarno dengan judul “Adjaran2 Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno”. Benedict Anderson dan Ruth Mc Vey dalam laporannya "A Preliminary Analysis Of The October 1, 1965 Coup In Indonesia (1971)" menulis bahwa hilangnya pujian kepada Soekarno dapat disalah ditafsirkan sebagai gerakan anti-Soekarno.
Pada 23 Juli 1969, di tengah euphoria pendaratan manusia di bulan, sebuah kolom kecil muncul di halaman utama harian Kompas berjudul, “Muntjulnya Gambar Soekarno di TV Diusut” (23 Juli 1969). Menteri Penerangan Boediardjo mengatakan kemunculan Presiden Soekarno di televisi adalah sebuah “ketjerobohan jang tidak dapat dimaafkan.” Kolom itu menandai bahwa media tak lagi menjadi hagiografi bagi Soekarno. Bapak Negara atau Pemimpin Besar Revolusi itu disingkirkan dari halaman utama surat kabar di seantero negeri.
Mundur ke empat tahun sebelumnya. Dini hari di 1 Oktober 1965, sekelompok orang dibawah pimpinan Letkol Untung Sutopo (yang saat itu merupakan Pasukan Tjakrabirawa atau pasukan pengawal Presiden) membunuh dan/atau menangkap enam Jenderal beserta anak dan ajudan dari Jenderal Nasution. Sekitar jam tujuh pagi, setelah menguasai stasiun radio RRI di Jakarta, Letkol Untung menyampaikan bahwa peristiwa pembunuhan Jenderal tersebut adalah sebuah bentuk penyelamatan terhadap Presiden.
Untung beralasan bahwa para jenderal tersebut disponsori oleh CIA untuk melakukan kontra-revolusi dengan membunuh Presiden Soekarno pada peringatan 20 tahun hari raya ABRI pada 5 Oktober 1965. Hal ini yang menjadi justifikasi akan pembunuhan dan penangkapan mereka. Media saat itu juga disebut dalam kendali Gerakan 30 September, sedangkan Presiden Soekarno sedang berada dalam proteksi mereka.
Sedikitnya penyebutan nama Presiden Soekarno dalam deklarasi Untung merupakan hal yang ganjil. Laporan CIA bertajuk Indonesia 1965: The Coup That Backfired (1968) menuliskan bahwa deklarasi ini menjadi ganjil, karena tidak adanya pujian untuk Soekarno seperti yang dilakukan oleh siaran lainnya. Padahal, koran-koran besar nasional saat itu umumnya menyediakan kolom khusus di halaman 1 atau 2 untuk pikiran-pikiran Soekarno dengan judul “Adjaran2 Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno”. Benedict Anderson dan Ruth Mc Vey dalam laporannya "A Preliminary Analysis Of The October 1, 1965 Coup In Indonesia (1971)" menulis bahwa hilangnya pujian kepada Soekarno dapat disalah ditafsirkan sebagai gerakan anti-Soekarno.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
2 comments
AJOQQ menyediakan 8 permainan yang terdiri dari :
Poker,Domino99 ,BandarQ,BandarPoker,Capsa,AduQ,Sakong,Bandar66 ( NEW GAME )
Ayo segera bergabung bersama kami di AJOQQ :)
Bonus : Rollingan 0.3% dan Referral 20% :)
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877