Ini merupakan kultweet Ahmad Sahal menanggapi maraknya polemik apakah boleh seorang muslim memilih pemimpin non muslim termasuk tanggapan terhadap Ustad @abdullahhaidir1
Kultwit ini dipicu oleh sejumlah reaksi negatif terhadap pernyataan "Lebih baik Pemimpin Kafir yang Adil ketimbang Pemimpin muslim yang zalim." Ada yang marah dan menganggap pernyataan itu menghina Islam. Enak aja bilang gak ada pemimpin muslim yang adil, kata yang tersinggung. Menurut saya yang tersinggung dengan pernyataan itu dasarnya salah dalam penyimpulan.
Ada yang menolak pernyataan tersebut, karena yakin keadilan tak mungkin bisa muncul dari kekafiran. Orang beriman pasti adil, kafir pasti tak adil. Ustadz @abdullahhaidir1 menurutku termasuk yang yakin "keadilan tak mungkin muncul dari kekafiran, dan bukan hanya itu. Menurut @abdullahhaidir1, ungkapan "pemimpin kafir yang adil lebih baik dari muslim yang zalim" itu dari... SYIAH. Selain itu @abdullahhaidir1, ungkapan itu muncul saat Hulagu Khan berhasil meruntuhkan Baghdad, dan Syiah dianggapnya pengkhianat Abbasiyah.
Dengan mendasarkan satu kitab dari penulis Syiah, @abdullahhaidir1 menyitir dialog antara Hulagu Khan dengan Ulama Syiah. Hulagu bertanya, mana yang lebih baik, pemimpin kafir yang adil atau pemimpin muslim yg zalim? Jawab Ulama Syiah: yg pertama yg lebih baik. Dari situ @abdullahhaidir1 menyimpulkan, ungkapan tersebut sejatinya bukan dari 'Ali seperti luas beredar , tapi dari Syiah’.
Tapi klaim @abdullahhaidir1 tersebut menurutku sangat TIDAK berdasar, karena beberapa alasan berikut ini. Saya hargai upaya @abdullahhaidir1 menelisik teks penulis Syiah tentang ungkapan tersebut, khususnya dialog antara Hulagu dan Ulama Syiah. Yang dikutip @abdullahhaidir1 adalah adegan sejarah, yang perlu diteliti lagi secara kritis, dari beberapa versi. Adakah teks2 lain pendukung?
Perlu juga dikritisi "kemasuk-akal-an" adegan itu. Hulagu itu penakluk-penghancur. Untuk apa dia perlu dukungan Ulama? Utk pencitraan? Lagipula, ngapain juga Hulagu perlu menampilkan diri sebagai penguasa kafir yang adil. Lha wong jelas2 zalim. Make sense gak sih cerita itu?
Poin saya, peristiwa sejarah itu perlu di-investigasi lebih jauh, dan itu perlu membaca kajian2 ahli sejarah tentang periode tersebut. Tapi berdasar adegan dari buku penulis Syiah, @abdullahhaidir1 langsung menyimpulkan: ungkapan itu berasal dari Syiah. Ust @abdullahhaidir1, yang slama ini aktif kampanye mengganyang Syiah, bahkan menyebut ungkapan itu sebagai "racun Syiah". Tapi klaim @abdullahhaidir1 itu lebih mencerminkan kebenciannya thd Syiah ketimbang kesimpulan ilmiah. Prasangka mendahului analisa.
Taruhlah teks @abdullahhaidir1 itu meyakinkan secara historis (saya masih ragu). Itu gak lantas bisa disimpulkan Syiah biangkeroknya. Kenapa? Karena ungkapan yang kurang lebih sama ada juga di kitab-kitab sunni, kek karya Ghazali ini pic.twitter.com/lhmQuRBpAO Bagaimana persoalan ini dirumuskan Ghazali dlm kitabnya Al-Tibrul Al-Masbuk fi Nasihatil Muluk?
Al-Tibru al-Masbuk Ghazali berisi pedoman politik utk penguasa/raja. Mirip Il Principe Machiavelli, tapi fokusnya lebih ke etika politik. Di situ Ghazali membahas tentang bagaimana agar suatu negara/kesultanan bisa tegak dan langgeng. Menurutnya, kata kuncinya satu: keadilan. Yang menarik, Ghazali banyak merujuk pada sosok Anushirwan, kaisar terakhir Imperium Sassanid (Persia kuno) sebagai model penguasa adil.
Kenapa menarik? Anushirwan bukan penguasa muslim, tapi kafir. Jadi Penguasa kafir dijadikan model oleh Ghazali sebagai teladan raja yang adil. Dan Al-Ghazali menyitir sekurangya 3 hadits untuk mendukung pandangannya yang menempatkan penguasa kafir yang adil sebagai teladan.
Pertama hadits: Al mulku yabqa ma'al kufri, wa la yabqa ma'a al-zhulm. Arti hadits di atas: negara/kerajaan bisa bertahan langgeng dengan kekufuran, tapi tak bisa langgeng dengan kezaliman.
Poin hadits tersebut kriteria tegaknya suatu tatatan politik bukanlah iman atau kafir, melainkan adil atau zalim. Hadits kedua yang dirujuk Ghazali terkait Kaisar Anushirwan adalah ini.. Nabi merasa bangga (iftakhara) karena masih "menangi" hidupnya Kaisar Persia yang terkenal adil tersebut meski hanya dua tahun, Jadi dua tahun setelah Nabi lahir, Anushirwan wafat. Bangganya Nabi itu membuktikan Nabi mengakui keadilan Kaisar yang kafir.
Sblm mengutip hadits kedua, Ghazali bercerita, Sassanid yang beragama Majusi bisa langgeng ribuan tahun karena keadilan penguasa2nya. Untuk selengkapnya silahkan baca langsung dari sumber Di Sini
Kultwit ini dipicu oleh sejumlah reaksi negatif terhadap pernyataan "Lebih baik Pemimpin Kafir yang Adil ketimbang Pemimpin muslim yang zalim." Ada yang marah dan menganggap pernyataan itu menghina Islam. Enak aja bilang gak ada pemimpin muslim yang adil, kata yang tersinggung. Menurut saya yang tersinggung dengan pernyataan itu dasarnya salah dalam penyimpulan.
Ada yang menolak pernyataan tersebut, karena yakin keadilan tak mungkin bisa muncul dari kekafiran. Orang beriman pasti adil, kafir pasti tak adil. Ustadz @abdullahhaidir1 menurutku termasuk yang yakin "keadilan tak mungkin muncul dari kekafiran, dan bukan hanya itu. Menurut @abdullahhaidir1, ungkapan "pemimpin kafir yang adil lebih baik dari muslim yang zalim" itu dari... SYIAH. Selain itu @abdullahhaidir1, ungkapan itu muncul saat Hulagu Khan berhasil meruntuhkan Baghdad, dan Syiah dianggapnya pengkhianat Abbasiyah.
Dengan mendasarkan satu kitab dari penulis Syiah, @abdullahhaidir1 menyitir dialog antara Hulagu Khan dengan Ulama Syiah. Hulagu bertanya, mana yang lebih baik, pemimpin kafir yang adil atau pemimpin muslim yg zalim? Jawab Ulama Syiah: yg pertama yg lebih baik. Dari situ @abdullahhaidir1 menyimpulkan, ungkapan tersebut sejatinya bukan dari 'Ali seperti luas beredar , tapi dari Syiah’.
Tapi klaim @abdullahhaidir1 tersebut menurutku sangat TIDAK berdasar, karena beberapa alasan berikut ini. Saya hargai upaya @abdullahhaidir1 menelisik teks penulis Syiah tentang ungkapan tersebut, khususnya dialog antara Hulagu dan Ulama Syiah. Yang dikutip @abdullahhaidir1 adalah adegan sejarah, yang perlu diteliti lagi secara kritis, dari beberapa versi. Adakah teks2 lain pendukung?
Perlu juga dikritisi "kemasuk-akal-an" adegan itu. Hulagu itu penakluk-penghancur. Untuk apa dia perlu dukungan Ulama? Utk pencitraan? Lagipula, ngapain juga Hulagu perlu menampilkan diri sebagai penguasa kafir yang adil. Lha wong jelas2 zalim. Make sense gak sih cerita itu?
Poin saya, peristiwa sejarah itu perlu di-investigasi lebih jauh, dan itu perlu membaca kajian2 ahli sejarah tentang periode tersebut. Tapi berdasar adegan dari buku penulis Syiah, @abdullahhaidir1 langsung menyimpulkan: ungkapan itu berasal dari Syiah. Ust @abdullahhaidir1, yang slama ini aktif kampanye mengganyang Syiah, bahkan menyebut ungkapan itu sebagai "racun Syiah". Tapi klaim @abdullahhaidir1 itu lebih mencerminkan kebenciannya thd Syiah ketimbang kesimpulan ilmiah. Prasangka mendahului analisa.
Taruhlah teks @abdullahhaidir1 itu meyakinkan secara historis (saya masih ragu). Itu gak lantas bisa disimpulkan Syiah biangkeroknya. Kenapa? Karena ungkapan yang kurang lebih sama ada juga di kitab-kitab sunni, kek karya Ghazali ini pic.twitter.com/lhmQuRBpAO Bagaimana persoalan ini dirumuskan Ghazali dlm kitabnya Al-Tibrul Al-Masbuk fi Nasihatil Muluk?
Al-Tibru al-Masbuk Ghazali berisi pedoman politik utk penguasa/raja. Mirip Il Principe Machiavelli, tapi fokusnya lebih ke etika politik. Di situ Ghazali membahas tentang bagaimana agar suatu negara/kesultanan bisa tegak dan langgeng. Menurutnya, kata kuncinya satu: keadilan. Yang menarik, Ghazali banyak merujuk pada sosok Anushirwan, kaisar terakhir Imperium Sassanid (Persia kuno) sebagai model penguasa adil.
Kenapa menarik? Anushirwan bukan penguasa muslim, tapi kafir. Jadi Penguasa kafir dijadikan model oleh Ghazali sebagai teladan raja yang adil. Dan Al-Ghazali menyitir sekurangya 3 hadits untuk mendukung pandangannya yang menempatkan penguasa kafir yang adil sebagai teladan.
Pertama hadits: Al mulku yabqa ma'al kufri, wa la yabqa ma'a al-zhulm. Arti hadits di atas: negara/kerajaan bisa bertahan langgeng dengan kekufuran, tapi tak bisa langgeng dengan kezaliman.
Poin hadits tersebut kriteria tegaknya suatu tatatan politik bukanlah iman atau kafir, melainkan adil atau zalim. Hadits kedua yang dirujuk Ghazali terkait Kaisar Anushirwan adalah ini.. Nabi merasa bangga (iftakhara) karena masih "menangi" hidupnya Kaisar Persia yang terkenal adil tersebut meski hanya dua tahun, Jadi dua tahun setelah Nabi lahir, Anushirwan wafat. Bangganya Nabi itu membuktikan Nabi mengakui keadilan Kaisar yang kafir.
Sblm mengutip hadits kedua, Ghazali bercerita, Sassanid yang beragama Majusi bisa langgeng ribuan tahun karena keadilan penguasa2nya. Untuk selengkapnya silahkan baca langsung dari sumber Di Sini
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
8 comments
ayo bergabung diajoqq , silakan coba keberuntungan anda disini dan menangkan ratusan juta rupiah,hadiah menantikan
anda silakan bergabung invite pin bb#58cd292c
AJOQQ agen judi poker online terpecaya dan teraman di indonesia :)
gampang menangnya dan banyak bonusnya :)
ayo segera bergabung bersama kami hanya di AJOQQ :)
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877
ingin wujudkan impian anda , raih kesempatan dan menangkan ratusan juta rupiah hanya di ionqq,silakan invite
pin bb#58ab14
Untuk mempermudah kamu bermain guys ajoqq menghadirkan 7 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di ajoqq,,, Pin BB: 58cd292c
ingin wujudkan impian anda , raih kesempatan dan menangkan ratusan juta rupiah hanya di ionqq,silakan invite
pin bb#58ab14
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
mampir di website ternama I O N Q Q
paling diminati di Indonesia