Armada Angkatan Laut Inggris pernah mencoba menggertak Indonesia.
Kapal induk HMS Victorius dan Kapal perusak HMS Countor sengaja lewat di
Selat Malaka. Namun bukannya takut, malah Indonesia menggertak balik
dengan mengeluarkan pesawat pengebom dari sarangnya.
Kisah ini terjadi saat ketegangan Indonesia dan Malaysia meningkat.
Malaysia meminta bantuan Inggris yang mengirimkan jet tempur dan pasukan
elitenya.
Periode 1960an, Indonesia sama sekali tak bisa diremehkan. Mereka punya deretan pemburu MiG dari 15 sampai 21. Untuk pengebom, ada pesawat terbaik pada masa itu, TU-16 dan TU-16 KS. Cukup bikin siapa pun yang mau berurusan berpikir dua kali.
Nah, rupanya Inggris mau coba-coba. 27 Agustus 1965, Kapal Induk HMS Victorius dan Kapal Perusak HMS Countor yang menuju Australia sengaja masuk Selat Sunda tanpa izin.
Marsekal Pedet Soedarman yang saat itu menjabat sebagai Komandan Skadron langsung mengerahkan kekuatan TNI AU menggertak balik armada Inggris. Sebuah B-25
terbang dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Pengebom Tu-16 Badger juga langsung melesat menuju sasaran.
"Pesawat TU-16 kita terus mengikuti gerak-gerik kedua kapal itu," tulis Pedet Soedarman dalam biografinya 'Pengalaman Heroik Penerbang Bomber'. Pesawat pengebom itu bisa membuat Inggris tak berkutik. Mau menggertak malah digertak balik. "Inggris harus menuruti kemauan AURI ketika dipaksa memasukkan pesawat-pesawatnya ke kapal induk mereka," demikian ditulis Dalam buku Bakti TNI Angkatan Udara 1946-2003. Di bawah pengawasan TU-16, armada Inggris dihalau keluar Selat Sunda. Bukti kesiapan TNI AU bisa siap siaga dalam waktu singkat dan menjaga wilayah Indonesia.
Periode 1960an, Indonesia sama sekali tak bisa diremehkan. Mereka punya deretan pemburu MiG dari 15 sampai 21. Untuk pengebom, ada pesawat terbaik pada masa itu, TU-16 dan TU-16 KS. Cukup bikin siapa pun yang mau berurusan berpikir dua kali.
Nah, rupanya Inggris mau coba-coba. 27 Agustus 1965, Kapal Induk HMS Victorius dan Kapal Perusak HMS Countor yang menuju Australia sengaja masuk Selat Sunda tanpa izin.
Marsekal Pedet Soedarman yang saat itu menjabat sebagai Komandan Skadron langsung mengerahkan kekuatan TNI AU menggertak balik armada Inggris. Sebuah B-25
terbang dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Pengebom Tu-16 Badger juga langsung melesat menuju sasaran.
"Pesawat TU-16 kita terus mengikuti gerak-gerik kedua kapal itu," tulis Pedet Soedarman dalam biografinya 'Pengalaman Heroik Penerbang Bomber'. Pesawat pengebom itu bisa membuat Inggris tak berkutik. Mau menggertak malah digertak balik. "Inggris harus menuruti kemauan AURI ketika dipaksa memasukkan pesawat-pesawatnya ke kapal induk mereka," demikian ditulis Dalam buku Bakti TNI Angkatan Udara 1946-2003. Di bawah pengawasan TU-16, armada Inggris dihalau keluar Selat Sunda. Bukti kesiapan TNI AU bisa siap siaga dalam waktu singkat dan menjaga wilayah Indonesia.
Akhir Perjalanan Sang
Bomber
Sungguh ironis nasib akhir Tu-16 AURI. Pengadaan dan penghapusannya
lebih banyak ditentukan oleh satu perkara: politik! Bayangkan, “AURI
harus menghapus seluruh armada Tu-16 sebagai syarat mendapatkan F-86
Sabre dan T-33 T-bird dari Amerika,” ujar Bagio Utomo, mantan anggota
Skatek 042 yang mengurusi perbaikan Tu-16. Bagio menuturkan kesedihannya
ketika terlibat dalam tim “penjagalan” Tu-16 pada tahun 1970.
Dokumen CIA (central intelligence agency) sebagaimana dikutip Audrey R
Kahin dan George McT Kahin dalam bukunya “Subversi Sebagai Politik Luar
Negeri” menulis: “Belanja senjata RI mencapai 229. 395.600 dollar AS.
Angka itu merupakan akumulasi perdagangan pada tahun 1958. Sementara
dari Januari hingga Agustus 1959 saja, nilainya mencapai 100.456.500
dollar AS. Dari jumlah ini, AURI kebagian 69.912. 200 dollar AS, yang di
dalamnya termasuk pemesanan 20 pesawat pembom.”
Tidak dapat dipungkiri, memang, Tu-16 pembom paling maju pada zamannya.
Selain dilengkapi peralatan elektronik canggih, badannya terbilang
kukuh. “Badannya tidak mempan dibelah dengan kampak paling besar
sekalipun. Harus pakai las yang besar. Bahkan, untuk membongkar
sambungan antara sayap dan mesinnya, laspun tak sanggup. Karena campuran
magnesiumnya lebih banyak ketimbang alumunium,” ujar Bagio.
Namun Tu-16 bukan tanpa cacat. Konyol sekali, beberapa bagian pesawat
bisa tidak cocok dengan spare pengganti. Bahkan dengan spare yang
diambil secara kanibal sekalipun. “Kita terpaksa memakai sistem
kerajinan tangan, agar sama dan pas dengan kedudukannya. Seperti blister
(kubah kaca-Red), mesti diamplas dulu,” kenang Bagio lagi. Pengadaan
suku cadang juga sedikit rumit, karena penempatannya yang tersebar di
Ujung Pandang dan Kemayoran.
Sebenarnya, persediaan suku cadang Tu-16 yang dipasok dari Rusia,
memadai. Tapi urusan politik membelitnya sangat kuat. Tak heran
kemudian, usai pengabdiannya selama Trikora – Dwikora dan di sela-sela
nasibnya yang tak menentu pasca G30S/PKI, AURI pernah bermaksud menjual
armada Tu-16-nya ke Mesir. Namun hal ini tidak pernah terlaksana.
Begitulah nasib Tu-16. Tragis. Farewell flight, penerbangan
perpisahannya, dirayakan oleh para awak Tu-16 pada bulan Oktober 1970
menjelang HUT ABRI. Dijejali 10 orang, Tu-16 bernomor M-1625
diterbangkan dari Madiun ke Jakarta. “Sempat ke sasar waktu kita cari
Monas,” ujar Zainal Sudarmadji. Saat mendarat lagi di Madiun, bannya
meletus karena awaknya sengaja mengerem secara mendadak.
Patut diakui, keberadaan pembom strategis mampu memberikan efek
psikologis bagi lawan-lawan Indonesia saat itu. Bahkan, sampai
pertengahan 80-an, Tu-16 AURI masih dianggap ancaman oleh AS. “Lah, wong
nama saya masih tercatat sebagai pilot Tu-16 di ruang operasi Subic
Bay, kok,” ujar Sudjijantono, angkatan Cakra 1.
Sekian tahun hidup dalam kedigdayaan, sampailah AURI (juga ALRI) pada
massa yang teramat pahit dalam perjalanannya. Pasokan suku cadang
terhenti, nasib pesawat tak jelas. Ditulis oleh Harold Crouch (“Politik
dan Militer di Indonesia”, 1978), AL dan AU yang bergantung pada
teknologi yang lebih maju dari AD tidak dapat memelihara lagi dengan
baik peralatannya.
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Akhir Perjalanan Sang
Bomber
Sungguh ironis nasib akhir Tu-16 AURI. Pengadaan dan penghapusannya
lebih banyak ditentukan oleh satu perkara: politik! Bayangkan, “AURI
harus menghapus seluruh armada Tu-16 sebagai syarat mendapatkan F-86
Sabre dan T-33 T-bird dari Amerika,” ujar Bagio Utomo, mantan anggota
Skatek 042 yang mengurusi perbaikan Tu-16. Bagio menuturkan kesedihannya
ketika terlibat dalam tim “penjagalan” Tu-16 pada tahun 1970.
Dokumen CIA (central intelligence agency) sebagaimana dikutip Audrey R
Kahin dan George McT Kahin dalam bukunya “Subversi Sebagai Politik Luar
Negeri” menulis: “Belanja senjata RI mencapai 229. 395.600 dollar AS.
Angka itu merupakan akumulasi perdagangan pada tahun 1958. Sementara
dari Januari hingga Agustus 1959 saja, nilainya mencapai 100.456.500
dollar AS. Dari jumlah ini, AURI kebagian 69.912. 200 dollar AS, yang di
dalamnya termasuk pemesanan 20 pesawat pembom.”
Tidak dapat dipungkiri, memang, Tu-16 pembom paling maju pada zamannya.
Selain dilengkapi peralatan elektronik canggih, badannya terbilang
kukuh. “Badannya tidak mempan dibelah dengan kampak paling besar
sekalipun. Harus pakai las yang besar. Bahkan, untuk membongkar
sambungan antara sayap dan mesinnya, laspun tak sanggup. Karena campuran
magnesiumnya lebih banyak ketimbang alumunium,” ujar Bagio.
Namun Tu-16 bukan tanpa cacat. Konyol sekali, beberapa bagian pesawat
bisa tidak cocok dengan spare pengganti. Bahkan dengan spare yang
diambil secara kanibal sekalipun. “Kita terpaksa memakai sistem
kerajinan tangan, agar sama dan pas dengan kedudukannya. Seperti blister
(kubah kaca-Red), mesti diamplas dulu,” kenang Bagio lagi. Pengadaan
suku cadang juga sedikit rumit, karena penempatannya yang tersebar di
Ujung Pandang dan Kemayoran.
Sebenarnya, persediaan suku cadang Tu-16 yang dipasok dari Rusia,
memadai. Tapi urusan politik membelitnya sangat kuat. Tak heran
kemudian, usai pengabdiannya selama Trikora – Dwikora dan di sela-sela
nasibnya yang tak menentu pasca G30S/PKI, AURI pernah bermaksud menjual
armada Tu-16-nya ke Mesir. Namun hal ini tidak pernah terlaksana.
Begitulah nasib Tu-16. Tragis. Farewell flight, penerbangan
perpisahannya, dirayakan oleh para awak Tu-16 pada bulan Oktober 1970
menjelang HUT ABRI. Dijejali 10 orang, Tu-16 bernomor M-1625
diterbangkan dari Madiun ke Jakarta. “Sempat ke sasar waktu kita cari
Monas,” ujar Zainal Sudarmadji. Saat mendarat lagi di Madiun, bannya
meletus karena awaknya sengaja mengerem secara mendadak.
Patut diakui, keberadaan pembom strategis mampu memberikan efek
psikologis bagi lawan-lawan Indonesia saat itu. Bahkan, sampai
pertengahan 80-an, Tu-16 AURI masih dianggap ancaman oleh AS. “Lah, wong
nama saya masih tercatat sebagai pilot Tu-16 di ruang operasi Subic
Bay, kok,” ujar Sudjijantono, angkatan Cakra 1.
Sekian tahun hidup dalam kedigdayaan, sampailah AURI (juga ALRI) pada
massa yang teramat pahit dalam perjalanannya. Pasokan suku cadang
terhenti, nasib pesawat tak jelas. Ditulis oleh Harold Crouch (“Politik
dan Militer di Indonesia”, 1978), AL dan AU yang bergantung pada
teknologi yang lebih maju dari AD tidak dapat memelihara lagi dengan
baik peralatannya.
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
3 comments
AJOQQ menyediakan 8 permainan yang terdiri dari :
Poker,Domino99 ,BandarQ,BandarPoker,Capsa,AduQ,Sakong,Bandar66 ( NEW GAME )
Ayo segera bergabung bersama kami di AJOQQ
Bonus : Rollingan 0.3% dan Referral 20%
IONQQ- Bandar Online Poker-Domino menyediakan
- POKER
- BANDARQ
- DOMINO99
-bandar poker
minimal deposit atau withdraw 20,000 :)
ayo segera bergabung bersama kami di ionqq
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877