Semasa sekolah ibtida’iyah dulu (setaraf SD) ada seorang
ustaz yang cara mengajarnya unik dan kami sangat menyukainya, Ustaz
Muhaimin namanya. Dia lebih banyak mendongeng ketimbang
menerangkan mata pelajaran. Setiap giliran Dia mengajar tak satupun di
antara kami sudi untuk membolos. Rugi rasanya melewatkan kisah-kisah
yang akan diceritakan Pak Ustaz. Bagi kami -yang masih kelas 4 dan media
hiburan anak pada masa itu hanya ada TVRI doang- Ustaz Muhaimin adalah seorang seniman hebat gak kalah dengan Sujiwo Tejo sekarang atau Garin Nugroho sekalipun.
Saat mendongeng, Dia seperti menghipnotis kami. Mimik wajah dan gerak tubuhnya ketika mengikuti karakter dongengnya membuat kami semua terpukau, haru-biru, tertawa terbahak-bahak, bahkan menitikan air mata. Saya masih ingat betul beberapa dongeng yang Ia kisahkan itu, baik yang fiksi maupun kisah kisah yang Ia ambil dari Al Qur’an.
Saya juga masih ingat betul dengan salah satu dongeng Pak Ustaz yang diambil dari kisah dalam Al Quran yang mengisahkan tentang Thalut, pemimpin yang diturunkan guna memimpin Bani Israel melawan Jalut. Entah karena demikian ahlinya Ustaz mendongeng waktu itu atau karena Dia begitu menjiwainya, Saya seperti melihat sosok Thalut beneran saat Ustaz menirukan dialog Thalut yang gagah dan jumawa itu. Saya juga seperti betul-betul melihat wajah nyiyir penuh kemunafikan para pemuka Bani Israel saat Ustaz menirukan dialog mereka. Pokoknya, hebat euy, Pak Ustaz.
Entah mengapa ketika begitu banyak pemberitaan mengenai Ahok akhir-akhir ini, Saya kok tiba-tiba jadi keingetan sama Ustaz Muhaimin sewaktu mendongeng kisah Thalut itu. Dongeng Ustaz yang mengisahkan bagaimana ketika pemuka pemuka Bani Israel memohon kepada nabinya agar berdoa kepada Tuhan meminta diturunkan seorang pemimpin yang tangguh guna melawan Jalut. Dan ketika Tuhan benar-benar mengabulkan doa mereka dengan mengirimkan Thalut di tengah-tengah mereka, mereka malah menolak Thalut dengan dalih karena tidak segolongan dengan mereka.
Saya tidak sedang mengait-ngaitkan kisah tersebut dengan kepemimpinan Ahok yang sekarang lagi heboh itu. Apalagi berani mengatakan bahwa Ahok adalah Thalut di zaman sekarang. Saya juga bukan agamawan yang memiliki otoritas untuk menjelaskan tentang koorelasi Ayat Ayat Tuhan itu pada kehidupan manusia. Saya hanya tiba tiba terbersit saja di dalam pikiran saya, kok tiba-tiba jadi inget cerita Ustaz Muhaimin dulu itu ya saat baca berita tentang Ahok.
Beberapa tahun yang lalu, ketika nyaris seluruh elemen bangsa ini keranjingan ber-istighosah; berdoa bersama para da’i kondang atau habib yang konon katanya memiliki jama’ah jutaan, Saya termasuk pernah ikutikutan. Saya melihat para da’i dan habib berdoa sambil menangis, meratap memohon agar diturunkan pemimpin yang amanah, pemimpin yang jujur, pemimpin yang kuat untuk memperbaiki bangsa ini. Dan ribuan peserta istighosah-pun mengamininya. Nah, imajinasi Sayapun melayang ke dongeng Pak Ustaz, mungkin seperti ini juga yang dilakukan Bani Israel dalam kisah itu. Wallahu a’lam.
AHOK BUKAN GUBERNUR BIASA
Saya tidak pernah mengerti, mengapa Tuhan mengirim seorang Ahok ?
Sudah sekian lama, sejak era orde baru, sentimen anti China melekat sebagai bagian dari dinamika perkembangan di Indonesia. Kerusuhan thn 1946, kerusuhan thn 1963 di ITB Bandung dan yang sangat terkenal adalah peristiwa tahun 1998. Situasi tahun 98' lah yang terburuk dimana warga keturunan Tionghoa terutama di Jawa mendapat perlakuan sangat tidak manusiawi.
Banyak pendapat berbeda darimana asal sentimen anti China ini. Tapi mungkin yang terdekat adalah sebagai bagian dari propaganda orde baru untuk menghantam negara China dalam perseteruan antar 2 blok besar dunia yaitu barat dan timur pada masa itu.
Sampai sekarang, sentimen anti China selalu dipakai untuk menekan warga keturunan Tionghoa. Sejak kecil doktrin anti China selalu diipampatkan dalam benak melalui perkataan, tindakan atas ketidak-senangan warga Pribumi dan Keturunan Tionghoa dan itu diwariskan turun temurun.
Warga keturunan selalu digambarkan sebagai orang kaya dan pribumi orang melarat. Ini menambah ruang rapat gesekan dan menemui titik puncaknya pada peristiwa Mei 98. Dan kesalahan ini ada pada dua pihak, terpelihara begitu lama.
Disinilah saya tidak mengerti, mengapa Tuhan mengirimkan seorang Ahok ? Ia warga keturunan yang jelas dibenci beberapa pihak yang merasa bahwa tidak pantas seorang warga keturunan menjadi pemimpin mereka. Apalagi dia seorang nasrani, yang menyinggung perasaan sebagian orang yg begittu bangga akan agamanya dengan selalu membawa ayat2 tentang dilarangnya Islam dipimpin oleh seorang kafir.
Kenapa Tuhan tidak mengirimkan seorang muslim Pribumi untuk memimpin kota yang sebagian warganya muslim itu ? Kenapa malah Ahok ?
Dalam perjalanan, barulah saya mencoba mengerti kenapa Tuhan mengirim seorang Ahok.
Ahok bisa dibilang manusia fenomenal. Ia menabrak sekat2 yang selama ini haram dilanggar yaitu sentimen yang sudah dipelihara sejak lama. Ia menjadi seorang warga keturunan yang pemberani, menantang begitu banyak ketidak-adilan hanya karena ia seorang Tionghoa, sesuatu yang bukan kesalahannya kenapa ia dilahirkan dalam lingkungan minoritas. Ia tidak canggung untuk menunjuk muka seorang yang selama ini dihorrmati oleh banyak masyarakat Betawi, membuka boroknya dan - anehnya - ia menang. Ia menjadi pahlawan dan si pahlawan betawi ini menjadi bully-an yang terkenal dalam sejarah.
Ia juga berani menabok FPI, ormas ganas yang sudah pasti anti China. Ia juga mengamuk membongkar semua sistem birokrasi korup di jajarannya, memecat walikota, memberhentikan lurah-lurah dan melaporkan para pejabat Pemprov di bawahnya ke polisi untuk disidik.
Ia melakukan hal-hal yang tidak pernah dilakukan selama bertahun2 oleh pemimpin2 Pribumi yang kenyang perutnya. Ia meletakkan kembali sesuatu pada tempatnya dan menjalankan fungsinya.
Awalnya masyarakat terkaget2 dengan gayanya. Budaya santun dan munafik yg selama ini dipertontonkan, di benturkan dengan budaya pesisir yang keras dan vokal apa adanya. Kalau nyebut anjing ya anjing, bukan disamarkan dengan kata "binatang yang berekor dan menjulurkan lidah". Merahlah telinga sebagian orang, terutama yang muka2nya ditunjuk. Dan seperti biasa timbul kemarahan akibat ego yang diinjak dan terluka karena mereka dimarahi seorang China. Hal yang tidak pernah mereka bayangkan selama ini.
Ahok tidak perduli dengan ke-Chinaannya dan itu ia sebut berkali2 di media massa. "Gua memang China, tapi gua lebih Indonesia daripada para koruptor itu.." Ia malah bangga karena ia berhasil membongkar sarang lebah dan membuat ngamuk banyak diantaranya, dan ia menikmatinya. Ia mengajak berantem siapa saja.
Tapi ia luluh dengan rakyat kecil. Ia leleh dengan saudaranya yg beda agama. Ia membangun dan merenovasi masjid2 menjadi megah. Ia membangun rusun2 mewah dengan semua perabotan di dalamnya untuk memanusiakan mereka. Ia kembali menerjang sekat tebal bahwa ia seorang keturunan Tionghoa dan seorang nasrani. Ia merebut cinta mereka. Ia menari dan bahagia bersama mereka. Dan ia sangat menikmatinya.
Ahok menjadi perwakilan yang baik, seorang duta besar yang mewakili semua keturunan Tionghoa di Indonesia. Mereka bangga akan dia. Kebanggaan yang sama yg dimiliki warga pribumi muslim yang ingin memiliki pemimpin seperti dia di daerahnya. Ia meleburkan semua kebencian yang selama ini tertanam dan dipelihara begitu lama demi kepentingan, untuk membenturkan atas nama SARA. Ia merobek semua pemikiran lama dan me-revolusi cara berfikir yang baru yang menekankan "apapun perbedaan kita, kita sama2 manusia".
Mungkin untuk itulah Tuhan mengirimkan seorang Ahok. Ia adalah gula dalam pahit dan kentalnya sekat2 perbedaan sebagai pelajaran bagi kita. Ia menjadi guru dalam mengajarkan bagaimana menjadi seorang manusia. Ia adalah secangkir kopi untuk kita.
Dan disitulah kita bisa merasakan betapa besarnya Tuhan, yang sangat mengerti apa yang kita butuhkan sekarang ini..
Saat mendongeng, Dia seperti menghipnotis kami. Mimik wajah dan gerak tubuhnya ketika mengikuti karakter dongengnya membuat kami semua terpukau, haru-biru, tertawa terbahak-bahak, bahkan menitikan air mata. Saya masih ingat betul beberapa dongeng yang Ia kisahkan itu, baik yang fiksi maupun kisah kisah yang Ia ambil dari Al Qur’an.
Saya juga masih ingat betul dengan salah satu dongeng Pak Ustaz yang diambil dari kisah dalam Al Quran yang mengisahkan tentang Thalut, pemimpin yang diturunkan guna memimpin Bani Israel melawan Jalut. Entah karena demikian ahlinya Ustaz mendongeng waktu itu atau karena Dia begitu menjiwainya, Saya seperti melihat sosok Thalut beneran saat Ustaz menirukan dialog Thalut yang gagah dan jumawa itu. Saya juga seperti betul-betul melihat wajah nyiyir penuh kemunafikan para pemuka Bani Israel saat Ustaz menirukan dialog mereka. Pokoknya, hebat euy, Pak Ustaz.
Entah mengapa ketika begitu banyak pemberitaan mengenai Ahok akhir-akhir ini, Saya kok tiba-tiba jadi keingetan sama Ustaz Muhaimin sewaktu mendongeng kisah Thalut itu. Dongeng Ustaz yang mengisahkan bagaimana ketika pemuka pemuka Bani Israel memohon kepada nabinya agar berdoa kepada Tuhan meminta diturunkan seorang pemimpin yang tangguh guna melawan Jalut. Dan ketika Tuhan benar-benar mengabulkan doa mereka dengan mengirimkan Thalut di tengah-tengah mereka, mereka malah menolak Thalut dengan dalih karena tidak segolongan dengan mereka.
Saya tidak sedang mengait-ngaitkan kisah tersebut dengan kepemimpinan Ahok yang sekarang lagi heboh itu. Apalagi berani mengatakan bahwa Ahok adalah Thalut di zaman sekarang. Saya juga bukan agamawan yang memiliki otoritas untuk menjelaskan tentang koorelasi Ayat Ayat Tuhan itu pada kehidupan manusia. Saya hanya tiba tiba terbersit saja di dalam pikiran saya, kok tiba-tiba jadi inget cerita Ustaz Muhaimin dulu itu ya saat baca berita tentang Ahok.
Beberapa tahun yang lalu, ketika nyaris seluruh elemen bangsa ini keranjingan ber-istighosah; berdoa bersama para da’i kondang atau habib yang konon katanya memiliki jama’ah jutaan, Saya termasuk pernah ikutikutan. Saya melihat para da’i dan habib berdoa sambil menangis, meratap memohon agar diturunkan pemimpin yang amanah, pemimpin yang jujur, pemimpin yang kuat untuk memperbaiki bangsa ini. Dan ribuan peserta istighosah-pun mengamininya. Nah, imajinasi Sayapun melayang ke dongeng Pak Ustaz, mungkin seperti ini juga yang dilakukan Bani Israel dalam kisah itu. Wallahu a’lam.
AHOK BUKAN GUBERNUR BIASA
Saya tidak pernah mengerti, mengapa Tuhan mengirim seorang Ahok ?
Sudah sekian lama, sejak era orde baru, sentimen anti China melekat sebagai bagian dari dinamika perkembangan di Indonesia. Kerusuhan thn 1946, kerusuhan thn 1963 di ITB Bandung dan yang sangat terkenal adalah peristiwa tahun 1998. Situasi tahun 98' lah yang terburuk dimana warga keturunan Tionghoa terutama di Jawa mendapat perlakuan sangat tidak manusiawi.
Banyak pendapat berbeda darimana asal sentimen anti China ini. Tapi mungkin yang terdekat adalah sebagai bagian dari propaganda orde baru untuk menghantam negara China dalam perseteruan antar 2 blok besar dunia yaitu barat dan timur pada masa itu.
Sampai sekarang, sentimen anti China selalu dipakai untuk menekan warga keturunan Tionghoa. Sejak kecil doktrin anti China selalu diipampatkan dalam benak melalui perkataan, tindakan atas ketidak-senangan warga Pribumi dan Keturunan Tionghoa dan itu diwariskan turun temurun.
Warga keturunan selalu digambarkan sebagai orang kaya dan pribumi orang melarat. Ini menambah ruang rapat gesekan dan menemui titik puncaknya pada peristiwa Mei 98. Dan kesalahan ini ada pada dua pihak, terpelihara begitu lama.
Disinilah saya tidak mengerti, mengapa Tuhan mengirimkan seorang Ahok ? Ia warga keturunan yang jelas dibenci beberapa pihak yang merasa bahwa tidak pantas seorang warga keturunan menjadi pemimpin mereka. Apalagi dia seorang nasrani, yang menyinggung perasaan sebagian orang yg begittu bangga akan agamanya dengan selalu membawa ayat2 tentang dilarangnya Islam dipimpin oleh seorang kafir.
Kenapa Tuhan tidak mengirimkan seorang muslim Pribumi untuk memimpin kota yang sebagian warganya muslim itu ? Kenapa malah Ahok ?
Dalam perjalanan, barulah saya mencoba mengerti kenapa Tuhan mengirim seorang Ahok.
Ahok bisa dibilang manusia fenomenal. Ia menabrak sekat2 yang selama ini haram dilanggar yaitu sentimen yang sudah dipelihara sejak lama. Ia menjadi seorang warga keturunan yang pemberani, menantang begitu banyak ketidak-adilan hanya karena ia seorang Tionghoa, sesuatu yang bukan kesalahannya kenapa ia dilahirkan dalam lingkungan minoritas. Ia tidak canggung untuk menunjuk muka seorang yang selama ini dihorrmati oleh banyak masyarakat Betawi, membuka boroknya dan - anehnya - ia menang. Ia menjadi pahlawan dan si pahlawan betawi ini menjadi bully-an yang terkenal dalam sejarah.
Ia juga berani menabok FPI, ormas ganas yang sudah pasti anti China. Ia juga mengamuk membongkar semua sistem birokrasi korup di jajarannya, memecat walikota, memberhentikan lurah-lurah dan melaporkan para pejabat Pemprov di bawahnya ke polisi untuk disidik.
Ia melakukan hal-hal yang tidak pernah dilakukan selama bertahun2 oleh pemimpin2 Pribumi yang kenyang perutnya. Ia meletakkan kembali sesuatu pada tempatnya dan menjalankan fungsinya.
Awalnya masyarakat terkaget2 dengan gayanya. Budaya santun dan munafik yg selama ini dipertontonkan, di benturkan dengan budaya pesisir yang keras dan vokal apa adanya. Kalau nyebut anjing ya anjing, bukan disamarkan dengan kata "binatang yang berekor dan menjulurkan lidah". Merahlah telinga sebagian orang, terutama yang muka2nya ditunjuk. Dan seperti biasa timbul kemarahan akibat ego yang diinjak dan terluka karena mereka dimarahi seorang China. Hal yang tidak pernah mereka bayangkan selama ini.
Ahok tidak perduli dengan ke-Chinaannya dan itu ia sebut berkali2 di media massa. "Gua memang China, tapi gua lebih Indonesia daripada para koruptor itu.." Ia malah bangga karena ia berhasil membongkar sarang lebah dan membuat ngamuk banyak diantaranya, dan ia menikmatinya. Ia mengajak berantem siapa saja.
Tapi ia luluh dengan rakyat kecil. Ia leleh dengan saudaranya yg beda agama. Ia membangun dan merenovasi masjid2 menjadi megah. Ia membangun rusun2 mewah dengan semua perabotan di dalamnya untuk memanusiakan mereka. Ia kembali menerjang sekat tebal bahwa ia seorang keturunan Tionghoa dan seorang nasrani. Ia merebut cinta mereka. Ia menari dan bahagia bersama mereka. Dan ia sangat menikmatinya.
Ahok menjadi perwakilan yang baik, seorang duta besar yang mewakili semua keturunan Tionghoa di Indonesia. Mereka bangga akan dia. Kebanggaan yang sama yg dimiliki warga pribumi muslim yang ingin memiliki pemimpin seperti dia di daerahnya. Ia meleburkan semua kebencian yang selama ini tertanam dan dipelihara begitu lama demi kepentingan, untuk membenturkan atas nama SARA. Ia merobek semua pemikiran lama dan me-revolusi cara berfikir yang baru yang menekankan "apapun perbedaan kita, kita sama2 manusia".
Mungkin untuk itulah Tuhan mengirimkan seorang Ahok. Ia adalah gula dalam pahit dan kentalnya sekat2 perbedaan sebagai pelajaran bagi kita. Ia menjadi guru dalam mengajarkan bagaimana menjadi seorang manusia. Ia adalah secangkir kopi untuk kita.
Dan disitulah kita bisa merasakan betapa besarnya Tuhan, yang sangat mengerti apa yang kita butuhkan sekarang ini..
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
1 comments:
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877