Pada 1991, PT. Meta Epsa Pribumi Drilling membidani PT. Semen Gombong. Bermodalkan total Rp 25 miliar, perusahaan itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan penambangan bahan baku semen di Kebumen, Jawa Tengah. Pada 1995, perusahaan itu mulai mengupayakan pembebasan lahan di tiga wilayah; Rowokele, Buayan, dan Ayah.
Meri, salah satu warga mengaku menyesal menjual sebagian lahannya untuk PT Semen Gembong karena baru-baru ini ia memahami dampak dari kegiatan penambangan. Rumah tinggalnya tak sampai 100 meter dari kawasan tambang. “Kalau sudah beroperasi, kami khawatir akan terjadi kekeringan. Pastinya nanti kami yang tinggal di sekitar pabrik akan kebisingan, dan terdampak polusi udara,” katanya.
Meri mengaku tertipu saat pembebasan lahan dilakukan satu dekade lalu. Ketika itu, aparat desa mengumpulkan warga untuk acara sosialisasi soal pembebasan lahan. “Kami tidak tahu. Tanda tangan itu kami kira hanya daftar hadir. Ternyata ada persetujuan melepas tanah,” kata Meri.
Selain itu, warga juga sempat menolak dengan tawaran harga pembebasan lahan. Saat itu satu meter tanah dihargai Rp 1500. Akan tetapi protes dari sebagian warga tak berlangsung lama. Kepala dusun yang saat itu terlibat dalam kegiatan sosialisasi pembebasan lahan menyarankan warga untuk segera melepas lahannya.
“Tuh lihat, sudah ada yang melepas lahan, kalau tanahmu tidak dilepas, nanti akan terkepung pabrik,” ujar Meri menirukan cara perangkat desa menakut-nakuti warga. Satu per satu, warga pun melepas lahannya.
Lahan Seharga Sandal Jepit
Warga melepaskan sebagian lahannya kepada PT Semen Gombong dengan berat hati. Setelah kesepakatan terjadi, warga hanya berani bergunjing dan mengeluh di belakang karena harga yang ditawarkan terlalu murah. “Seharga sandal jepit, saat itu kan sandal jepit Rp 1.500,” ucap Tokoh masyarakat Sikayu, Samtilar.
Pendirian pabrik PT Semen Gombong di Kebumen bukan waktu yang sebentar. Sejak 1995 rencana operasi sudah dimulai. Setahun setelah urusan pembebasan lahan selesai, perusahaan ini mendapatkan izin lingkungan AMDAL dengan no Kep-34/MENLH/8/1996.
Setelah itu, krisis ekonomi mendera. PT Semen Gombong sempat menghentikan rencana operasinya. Di dalam dokumen proposal AMDAL PT Semen Gombong menyebutkan krisis ekonomi 1999 membuat dampak investasi tidak kondusif. Krisis saat itu berdampak terhadap penambangan batu gamping dan batu lempung.
“Pembangunan dan pengoperasian pabrik semen Gombong tidak dapat direalisasikan,” tulis dokumen tersebut.
Lahan lokasi berdirinya pabrik semen menjadi mangkrak. Warga pun menggunakannya untuk bertani. Bertahun-tahun berlalu, warga tak mengerti terhadap perkembangan proyek.
Pada 2012, PT. Semen Gombong kembali merencanakan penambangan bahan baku semen dengan target ambisius. Kali ini, PT. Semen Gombong berencana memproduksi sebanyak 2,3 juta ton semen per tahun. Angka ini naik 0,8 juta ton per tahun dibandingkan dari rencana pada 1996.
Dalam dokumen yang sama, PT. Semen Gombong mengaku tertarik kembali melakukan eksplorasi akibat laju kenaikan permintaan semen. “Permintaan semen di dalam negeri terus meningkat setiap tahun,” tulis dokumen itu.
Semen Gombong meyakini kebutuhan semen dalam negeri akan terus meningkat hingga 2020. Dari sekitar 47,7 juta ton pada 2011 menjadi sekitar 101 juta ton pada 2020. Artinya, dalam 10 tahun diperkirakan akan terjadi peningkatan kebutuhan semen lebih dari 100 persen.
Meri, salah satu warga mengaku menyesal menjual sebagian lahannya untuk PT Semen Gembong karena baru-baru ini ia memahami dampak dari kegiatan penambangan. Rumah tinggalnya tak sampai 100 meter dari kawasan tambang. “Kalau sudah beroperasi, kami khawatir akan terjadi kekeringan. Pastinya nanti kami yang tinggal di sekitar pabrik akan kebisingan, dan terdampak polusi udara,” katanya.
Meri mengaku tertipu saat pembebasan lahan dilakukan satu dekade lalu. Ketika itu, aparat desa mengumpulkan warga untuk acara sosialisasi soal pembebasan lahan. “Kami tidak tahu. Tanda tangan itu kami kira hanya daftar hadir. Ternyata ada persetujuan melepas tanah,” kata Meri.
Selain itu, warga juga sempat menolak dengan tawaran harga pembebasan lahan. Saat itu satu meter tanah dihargai Rp 1500. Akan tetapi protes dari sebagian warga tak berlangsung lama. Kepala dusun yang saat itu terlibat dalam kegiatan sosialisasi pembebasan lahan menyarankan warga untuk segera melepas lahannya.
“Tuh lihat, sudah ada yang melepas lahan, kalau tanahmu tidak dilepas, nanti akan terkepung pabrik,” ujar Meri menirukan cara perangkat desa menakut-nakuti warga. Satu per satu, warga pun melepas lahannya.
Lahan Seharga Sandal Jepit
Warga melepaskan sebagian lahannya kepada PT Semen Gombong dengan berat hati. Setelah kesepakatan terjadi, warga hanya berani bergunjing dan mengeluh di belakang karena harga yang ditawarkan terlalu murah. “Seharga sandal jepit, saat itu kan sandal jepit Rp 1.500,” ucap Tokoh masyarakat Sikayu, Samtilar.
Pendirian pabrik PT Semen Gombong di Kebumen bukan waktu yang sebentar. Sejak 1995 rencana operasi sudah dimulai. Setahun setelah urusan pembebasan lahan selesai, perusahaan ini mendapatkan izin lingkungan AMDAL dengan no Kep-34/MENLH/8/1996.
Setelah itu, krisis ekonomi mendera. PT Semen Gombong sempat menghentikan rencana operasinya. Di dalam dokumen proposal AMDAL PT Semen Gombong menyebutkan krisis ekonomi 1999 membuat dampak investasi tidak kondusif. Krisis saat itu berdampak terhadap penambangan batu gamping dan batu lempung.
“Pembangunan dan pengoperasian pabrik semen Gombong tidak dapat direalisasikan,” tulis dokumen tersebut.
Lahan lokasi berdirinya pabrik semen menjadi mangkrak. Warga pun menggunakannya untuk bertani. Bertahun-tahun berlalu, warga tak mengerti terhadap perkembangan proyek.
Pada 2012, PT. Semen Gombong kembali merencanakan penambangan bahan baku semen dengan target ambisius. Kali ini, PT. Semen Gombong berencana memproduksi sebanyak 2,3 juta ton semen per tahun. Angka ini naik 0,8 juta ton per tahun dibandingkan dari rencana pada 1996.
Dalam dokumen yang sama, PT. Semen Gombong mengaku tertarik kembali melakukan eksplorasi akibat laju kenaikan permintaan semen. “Permintaan semen di dalam negeri terus meningkat setiap tahun,” tulis dokumen itu.
Semen Gombong meyakini kebutuhan semen dalam negeri akan terus meningkat hingga 2020. Dari sekitar 47,7 juta ton pada 2011 menjadi sekitar 101 juta ton pada 2020. Artinya, dalam 10 tahun diperkirakan akan terjadi peningkatan kebutuhan semen lebih dari 100 persen.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
2 comments
AJOQQ menyediakan 8 permainan yang terdiri dari :
Poker,Domino99 ,BandarQ,BandarPoker,Capsa,AduQ,Sakong,Bandar66 ( NEW GAME )
Ayo segera bergabung bersama kami di AJOQQ :)
Bonus : Rollingan 0.3% dan Referral 20% :)
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877